Budaya Landasan Kota Kreatif

 Newcastle City


Kota kreatif, ruang kreatif, industri kreatif, ekonomi kreatif, inilah yang kini sedang tren, setidaknya 10 tahun belakangan ini, di kota-kota di seluruh dunia. Kreativitas yang berbasis budaya, termasuk budaya lokal, karena budaya dan nilai-nilai budaya merupakan aset dan penggerak bagi sebuah kota untuk menjadi lebih imajinatif.
Sumber-sumber budaya merupakan bahan mentah ysng menggulirkan proses kreatif sehingga kebijakan publik tentang apapun hendaknya menggunakan pendekatan budaya. Demikian Charles Landry dalam The Creative City: A Toolkit For Urban Innovators. Bicara soal strategi penggunaan budaya sebagai katalisator dan landasan pertumbuhan ekonomi, ada banyak kisah sukses dari negeri seberang. Inggris, misalnya, dengan beberapa kota yang pernah terbengkalai dan kemudian bangkit dan sukses menjadi kota kreatif. Newcastle, salah satunya. Di tahun 2002, Newsweek menyebut Newcastle dan Gateshead sebagai salah satu dari delapan kota terkreatif di dunia. Padahal di tahun 1980-an keduanya mengalami masa yang pahit, masa kejatuhan dari industri berat, pertambangan, pembangunan kapal, yang pernah jadi penyokong terbesar kota ini.


 Gateshead City


Kini, kerja sama Newcastle dan Gateshead menghasilkan kota yang menjadi tujuan untuk rekreasi dan tujuan budaya. Tahun 1992, Dewan Gateshead menerbitkan strategi “Urban Regeneration Trough the Arts” dan untuk tahun-tahun berikutnya Gateshead melanjutkan strategi regenerasi budaya melalui proyek-proyek publik.
Sebuah jalur pedestrian antara Gateshead dan Newcastlekota tersebut. Yang tak kalah menarik adalah regenerasi Grainger Town. Sebuah kota bersejarah yang sempat ditinggalkan pada awal 1990-an dan kemudian hidup kembali dengan Grainger Town Project (1997-2003) yang merupakan program regenerasi heritage (pusaka budaya). pun dibangun, The Gateshead Millenium Bridge yang dibuka pada 2001 menjadikan ikon tersendiri bagi
Dalam buku UK Trade and Investment - “Regeneration UK” disebutkan, dari 640 bangunan di area seluas 35 hektar itu, 40 persennya adalah bangunan bersejarah. Dua puluh tahun setelah area ini mulai luluh lantak, yaitu pada awal 1970-an, setengah dari bangunan bersejarah itu masuk dalam klasifikasi “at risk” – bangunan bersejarah yang sudah dalam kondisi parah. Restorasi bangunan milik pribadi pun segera dilakukan, bekerja sama dengan sektor swasta. Hasilnya121 bangunan terselamatkan dan sudah digunakan kembali sebagai kantor, apartemen , ritel, dll. Revitalisasi Grainger Town berhasil menciptakan 1.500 pekerjaan baru, 280 bisnis baru, dan hampir 400 unit perumahan.
Kota Tua Jakarta dengan luas yang hampir 900 hektar barangkali memang terlalu optimis untuk sebuah revitalisasi. Sebuah pilot project di 30-50 hektar kawasan itu, mungkin diperlukan. Tentunya dengan program yang bukan sekadar proyek. Sebuah revitalisasi serius yang melibatkan banyak pihak dan tak hanya kelompok atau orang-orang yang itu-itu saja, tentunya. Terlebih lagi, perlu perencanaan yang jelas dan terarah tentang, seperti apa “wajah” kawasan yang direvitalisasi itu nantinya tanpa menafikan budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Ambigos Tiada Hari Tanpa Meng-Update Ambigos Setiap Harinya!
 

About Me

Foto saya
Ahmad Restu (lahir Jakarta, 1 Mei 1993) adalah seorang alumnus SD Negeri Tugu Selatan 02 Petang, SMP Negeri 136 Jakarta, dan hingga saat ini duduk di bangku sekolah SMK Negeri 36 Jakarta mengambil jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ).

Follow On Facebook

Follow Now!

RSS Feed

Ambigos Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template